Eksistensi
dan Relasi Hukum Alam dan Hukum Al-Qur’an
Allah telah menciptakan alam (mikro dan makro)
dalam jumlah jenis dan items yang sangat sepktakuler. Dalam tempo enam hari.
Supaya alam berjalan dengan tertib maka Allah membuat seperangkat aturan (law).
Aturan Allah terbagi dua katagori yakni : Pertama : Hukum Alam (hukum Kauniyah, ghair mathluwwi =
tidak tertulis) tetapi melekat pada alam itu sendiri. Beberapa contoh hukum
alam adalah hukum gravitasi, hukum rotasi, hukum daur, dll. Kedua : Hukum agama
(hukum Qur'aniyah) yang tertulis (mathluwwi ) di dalam kitab-kitab Allah,
seperti larangan berzina, riba, mengumpat dan perintahj berdzikir, shalat,
sabar, tawakkal, dll.
Semua hukum Allah, baik hukum Kauniyah maupun
Qur'aniyah BERSIFAT ABSOLUT memiliki sifat yang sama yakni (1). Pasti (exact).
Allah menjelaskan : "Sesungguhnya Aku menciptakan sesuatu menurut
ketentuan yang pasti (QS. 54 : 49). (2). Objektif , yaitu berlaku kepada apa
dan siapa saja (QS. 15:21). (3). Tetap, yakni tidak berubah sepanjang waktu
(QS. 48 : 23). Karena hukum Allah bersifat pasti, objektif dan tetap, maka bisa
dibuat rumus. Apabila hukum berubah-ubah maka tidak mungkin bisa dibuat
rumus-rumus hukum alam maupun rumus hukum Agama.
Kalau sesekali ada perubahan hukum Alam seperti
nabi Ibrahim dibakar api tidak mati karena apinya menjadi dingin, itu adalah sunnatullah yang khusus yakni
gabungan hukum alam (hukum fisika) dan hukum spiritual, sebagai upaya Allah SWT
untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya. Pada
kejadian berikutnya tetap mengikuti hukum alam murni.
Segenap alam
baik yang ada di langit dan di bumi, secara fisik telah taat kepada
hukum alam. Demikian pula di dalam tubuh manusia sendiri hukum alam berjalan
secara otomatis. Manusia telah menaati hukum alam tersebut, baik disadari
maupun tidak, baik diridhai (thau'an) maupun dibenci (karhan), seperti hukum
alam dalam tubuh tetap berlaku. (QS. 3 : 83).
Perbedaan hukum Alam dengan hukum Agama adalah
dalam hal time respons (reaksi waktu). Reaksi atau akibat hukum Alam jauh lebih cepat daripada hukum Agama.
Akibat pelanggaran hukum alam dapat cepat
dibuktikan melalui pengamatan panca
indera aatau bersifat empirik. Karena bersifat empirik, maka orang mudah
meyakini (mengimani) kebenaran hukum alam. Sikap percaya ini kemudian
melahirkan sikap hati-hati menghadapi hukum alam. Sikap hati-hati itu disebut
taqwa. Lain dengan hukum Al-Qur’an, reaksi akibat pelanggaran hukum Al-Qur’an
tidak secepat hukum alam, bahkan ada yang baru bisa dibuktikan di akhirat
nanti. Karena akibatnya lambat maka manusia kurang percaya (kurang iman)
terhadap hukum Al-Qur’an. Akibatnya lebih jauh adalah manusia kurang
berhati-hati (tidak taqwa) kalau berhadapan dengan hukum Al-Qur’an. Dalam
keseharian terbukti bahwa orang lebih takut meminum racun daripada memakan uang
riba. Padahal memakan uang riba juga berbahaya, tetapi karena akibat makan riba
sangat lambat maka orang kurang hati-hati terhadap uang riba.
Kesalahan terbesar manusia adalah
mengesampingkan hukum Absolut lantas mengambil hukum relatif produk akal
manusia. Seharusnya, manusia sebagai bagian dari alam yang secara fisikal
diatur oleh hukum alam yang absolut,
maka perilakunya pun harus diatur oleh
hukum perilaku yang absolut pula, yakni
Al-Qur’an. Segenap kegiatan
manusia, baik prilaku ritual maupun
prilaku mu’amalah (ekonomi, politik, dan
sosial budayal) harus menggunakan hukum absolut (din al-Islam) bukan
hukum relatif produk pemikiran filosofis manusia. Dalam skala kecil, berpakaian
harus menggunakan hukum absolut, penegakkan HAM harus menggunakan hukum absolut
Azas Kesatuan
(Tauhidullah) antara aturan Agama dan Aturan Alam :
Hukum alam adalah ciptaan Allah, hukum
Al-Qur’an (Quraniyah) pun ciptaan Allah. kalau begitu, secara logika tidak
mungkin kedua hukum itu bertentangan. Apa-apa yang dilarang oleh Al-Qur’an
pasti bagus menurut hukum Alam, sebaliknya apa-apa yang dilarang oleh Al-Qur’an
pasti buruk menurut hukum Alam. Apa yang dianggap berbahaya menurut hukum Alam
pasti oleh Al-Qur'an diharamkan. Sebaliknya apa-apa yang baik menurut hukum
Alam, pasti dianjurkan oleh Al-Qur'an.
Inilah azas kesatuan atau disebut azas tauhidullah. Dengan demikian dalam
segala aktivitas manusia harus menyelaraskan dengan kedua hukum tersebut secara
bersamaan.
Sungguh banyak manusia di dunia ini yang
membuat aturan menurut ratio yang dipandu oleh nafsu syaithaniyah,
akibatnya banyak produk hukum/ aturan
yang berbahaya bagi kehidupan manusia, misalnya kebolehan aborsi, membiarkan
praktik riba, mentolelir minuman keras, melarang poligami, dll. Dalam hal ini, seorang mukmin wajib memiliki
keyakinan tanpa sedikit pun ragu, bahwa hukum Al-Qur'an adalah yang paling
baik, selaras dengan hukum Alam, dan paling cocok dengan sifat tabi'at manusia
yang fitrah dan hanief (lurus).
Karena hukum Allah terbagi dua maka Ilmu-ilmu
Allah pun terbagi dua yakni Ilmu Kauniyah seperti Matematika, Fisika, Biologi,
Geologi, Kedokteran serta Ilmu-illmu Qur'aniyah seperti Ulumul Qur'an, Ulumul
Hadits,dan Syari'ah, Kedua gugusan ilmu itu mustahil bertentangan.
Kalau ada pertentangan antara keduanya pasti konklusi salah atau kedua ilmu itu
ada yang salah. Dengan demikian sebenarnya tidak ada dikhotimi ilmu.
Apabila manusia berpaling dari hukum Allah
yang absolut, lantas mengambil hukum
produk berfikir filosofis manusia yang
oleh Allah dikatagorikan sebagai hukum Jahiliyah, yang bersifat relatif (mudah
berubah), maka pasti manusia akan mengalami kehidupan yang sempit dan
menyesakkan (ma'isyatan dhanka).
Eksistensi Hukum
Al-Qur’an bagi Manusia :
Sejak manusia lahir, Allah telah membekali
manusia dengan petunjuk yang bersifat naluri (instinc, gharizah, ilham),
sehingga bayi bisa menete tanpa belajar lebih dahulu. Ini disebut hidayah ilham
atau hidayah wizdan. Tidak cukup dengan naluri, Allah pun memberikan pancaindera.
Dengan petunjuk pancaindera manusia bisa melihat, mendengar, mencium, meraba,
dan merasa. Ini disebut hidayah Hawas.
Kedua hidayah di atas tidak bisa membuat
manusia lebih eksis, maka manusia memerlukan akal agar mampu memahami
hukum-hukum alam dengan baik. Dengan akalnya, manusia bisa melahirkan saintek
dan seni. Ini disebut hidayah aqli. Akan tetapi pada kenyataannya karena daya
nalar manusia sangat terbatas, maka akal
manusia tidak sanggup menembus persoalan yang berada di luar jangkauan akal,
misalnya tentang hakikat hidup, soal jin, syurga, neraka, dll. Oleh karena
itu, manusia memerlukan hidayah agama
(din/ adyan).
Selanjutnya kita melihat realita di
lapangan, bahwa orang yang sudah
mengetahui ilmu agama pun banyak yang tidak mau mengamalkan ilmu yang
dimilikinya, sering terjadi pertentangan antara ilmu dengan amalnya. Oleh karena itu manusia memerlukan hidayah
Taufiq, yakni petunjuk dari Allah SWT yang langsung masuk ke dalam hatinya agar
seseorang mau melaksanakan ilmu
agamanya. Kemauan untuk mengamalkan ilmu itu disebut hidayah Taufiq (cocok
antara ilmu dan amalnya).
Dengan demikian, hidayah yang diperlukan
manusia ada lima macam yakni (1). Hidayah Ilhami (wizdan) (2). Hidayah Hawas
(Pancaindera). (3). Hidayah Aqli (4). Hidayah Din (adfyan) (5). Hidayah Taufiq.
Hidayah Din (Adyan) yang terdapat di dalam
Al-Qur’an bersifat absolut , lurus (shirat al-mustaqim) dan mustahil salah.
Fungsi hukum Al-Qur’an adalah untuk
mengarur prilaku manusia, baik dalam soal makan dan minum, rumah tangga,
berdagang, soal kenegaraan dan hubungan antar negara. Lebih rinci lagi hukum
Al-Qur’an (adyan) berfungsi untuk :
(1). Menjaga keselamatan jasad (hifzdu
al-jasad). Untuk itu Allah melarang berkelahi, membunuh, dan memerintah
penegakkan hukum secara tegas dan adil,
termasuk hukum qishash dan hudud.
(2). Menjaga keselamatan psikhis
(hifzdu an-Nafs). Salah satunya adanya aturan berdzikir, tawakkal, sabar,
qanaah, dan syukur nikmat. (3). Menjaga keselamatan harta (hifdzu al-mal).
Salah satunya adalah aturan jual beli,
larangan riba, dan larangan mencuri.
(4). Menjaga keturunan (Hifdzu an-Nasal), Salah satunya adalah aturan
pernikahan dan larangan berzina. (5). Menjaga aqal (hifdzu 'aqli). Salah satunya adalah keharusan untuk
terus menerus mencari ilmu dan
larangan meminum khamr.
BY:ROHMA TKJ
0 komentar:
Posting Komentar